Tuesday, 12 September 2017

CINTA Memang Urusan HATI Tapi Menjaganya Harus Tetap Pakai MATERI

Hai , |
“Yakin mau sama dia? Masa depannya gimana?”

“Yaelah , kenapa urusan masa depan dipikirin sekarang sih? Nikmatin aja dulu jatuh cintanya.”
Proses jatuh cinta yang penuh hal-hal manis kadang membuat kita lupa. Tentang bagaimana hidup setelah debar-debar di dada meredup. Soal berjuang dan mencukupkan diri meski tidak ada lagi gelenyar selepas kecup. Semakin cukup umur jatuh cinta ternyata tidak bisa dinikmati begitu saja. Ada konsekuensi besar yang menunggu di baliknya.

Ayolah , kita fair saja. Kemampuan mencukupi diri sebagai insan juga memegang peranan penting selain cinta. Apalagi buat kita yang sudah dewasa.

Sebab jatuh cinta itu pakai perasaan — tapi menjaganya tetap harus pakai penghasilan.

Sekarang keterbatasan justru terasa manis. Namun di masa depan kita tak bisa terus bertahan dalam posisi ‘merintis’

CINTA Memang Urusan HATI , Tapi Menjaganya Harus Tetap Pakai MATERI

Saat ini menjalani semuanya dalam keterbatasan memang tidak terasa memberatkan. Enteng saja rasanya waktu mesti berpikir panjang dan menghitung total bill sebelum memesan makanan.

“Eh , udah pesen kepitingnya 1/2 kilo aja. Sisanya tongkol. Hmmm..minumnya es teh aja ya yang paling murah?”

Atau bagaimana kita nrimo ketika harus mengganjal perut dengan nasi telur selama sepekan penuh. Alasannya sederhana saja , di simpulan bulan ada band favorit yang sudah ditunggu-tunggu konsernya. Kalau tidak melakoni penghematan macam ini tiket yang cukup mahal itu tak akan bisa terjangkau kantung mahasiswa.

Melewati struggle berdua memang meninggalkan jejak manis. Kelak , kau dan dia bisa memanggil ulang semangat yang pernah ada waktu dompet tipis , ketika keuangan sedang amat tiris. Pertanyaannya , apakah masuk logika jikalau terus sama-sama berada dalam posisi merintis?

Manusiawi sekali ‘kan jikalau suatu hari rasa ingin settle itu tiba? Sesederhana bisa memesan makanan tanpa khawatir bokek setelahnya. Atau bebas membelikan hadiah sebagai reward pasangan yang sudah bekerja keras menggolkan semua project nya.

“Merintis bersama , harus ada batasnya. Kalian mesti mapan pada masanya."

Bukan berarti tidak percaya cinta. Hanya saja urusan KPR , biaya persalinan , hingga dana pampers anak mengantri di belakang sana

CINTA Memang Urusan HATI , Tapi Menjaganya Harus Tetap Pakai MATERI

Jatuh cinta itu mudah. Menciptakan pesta resepsi meriah juga masih masuk kategori mudah. Kehidupan pasca resepsi lah yang sering membuat payah.

Selepas hingar bingar pesta perayaan sebagai pasangan anyar sudah usai , pintu episode yang sebenarnya baru dimulai. Makan di luar sudah tidak bisa dilakukan sesering dulu lagi. Kalian mesti pintar-pintar menyiasati menu. Memilih yang mudah dimasak , enak , dan yang terang masuk logika nominal belanjanya.

Belum lagi kalau gadismu eksklusif hamil setelah itu. Bujet nonton mesti rela dicoret sementara , karena biaya kontrol ke dokter obsgyn mengakuisisi kucuran dana. Ngopi-ngopi indah harus diikhlaskan , karena biaya pampers dan vaksin anak mulai masuk ke tagihan. Cicilan KPR juga menanti. Membuatmu dan pasangan mesti berkomitmen sekian puluh tahun demi mencicil hunian yang diingini.

Jatuh hati dan memilih bersatu memang soal perasaan. Tapi kalau perkara rasional macam penghasilan dinafikan , chemistry sekuat apapun nampaknya juga bisa bubar jalan.

Ternyata kita perlu makin realistis jadi manusia. Mau cuma sekadar bahagia , atau cari yang pekerja keras dan gigih jadi partner mewujudkan mimpi bersama?

CINTA Memang Urusan HATI , Tapi Menjaganya Harus Tetap Pakai MATERI

Seorang sahabat pernah bilang bahwa kebahagiaan setelah kata ‘Sah!’ diucapkan itu berbeda. Bahagia mengerdil jadi hal sehari-hari yang terkesan biasa saja. Kamu bisa bahagia hanya karena kruntelan nonton DVD hingga ketiduran. Bahagia malah datang dari kejutan pelukan ketika mencuci tumpukan pakaian sebagai kegiatan pengisi simpulan pekan.

Saat kebahagiaan berubah bentuk , problem pun juga turut bertransformasi. Jika dulu Perang Dunia 3 bisa terjadi karena lupa memberi kabar atau cemburu , sekarang perselisihan muncul karena tagihan telepon membengkak dibanding bulan lalu. Sebelumnya perselisihan panjang bisa timbul karena resah memilih mau makan di mana. Akan tiba masanya kalian ribut karena biaya daftar ulang sekolah anak menguras seluruh tabungan yang ada

Menghadapi hidup yang makin tidak ringan macam ini , mencari kebahagiaan saja jadi naif sekali. Hidup yaitu perihal bertahan di tengah banyak sekali desakan kebutuhan. Dibutuhkan partner yang tak mudah menciut ketika menghadapi kesulitan.

Dalam ikatan yang cukup umur jadi penghitung yang baik bukan berarti matre. Rasionalitas ini menyelamatkan calon anak-anak kita dari hidup yang memble

CINTA Memang Urusan HATI , Tapi Menjaganya Harus Tetap Pakai MATERI

Hubungan bukan cuma soal 2 kepala saja Dari kegiatan rutin bercinta bisa muncul anak-anak lucu tanpa dosa yang mesti diperjuangkan hidupnya. Kalau hanya mengikuti kata hati , bisa saja kita pilih dia yang etos kerjanya buruk sekali. Tapi mulutnya manis. Pelukannya magis. Hasilnya , calon keluarga kita lah yang akan meringis.

Memilih dia yang gigih bekerja bukanlah dosa. Tak perlu juga khawatir disebut matre hanya karena memilih dia yang bisa diajak membangun kemapapan bersama.

Tidak ada yang salah dengan mempertimbangkan pendapatan. Bukankah toh cinta dan perasaan memang tak bisa dimakan?

sumber : http://www.hipwee.com/hubungan/jatuh-cinta-memang-soal-perasaan-tapi-menjaganya-harus-tetap-pakai-penghasilan/

0 comments:

Post a Comment