Friday, 5 January 2018

Apa Itu Penyakit Creutzfeldt-Jacob?

Prion ditemukan di kulit orang-orang dengan penyakit Creutzfeldt-Jakob

Sekilas

  • Periset mendeteksi protein prion asing di kulit hampir dua lusin orang yang meninggal akhir penyakit Creutzfeldt-Jakob.
  • Hasilnya menawarkan bahwa sampel kulit sanggup dipakai untuk mendeteksi penyakit prion.


Otak seorang pasien yang meninggal akhir CJD sporadis (atas) muncul hampir identik dengan otak tikus yang diinokulasi dengan prion infeksius yang diambil dari kulit pasien yang meninggal akhir penyakit (bawah). Case Western Reserve University

Penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) ialah salah satu dari banyak jenis penyakit prion manusia. Penyakit prion insan ialah penyakit otak yang mengakibatkan demensia dan tanda-tanda neurologis lainnya. Mereka disebabkan oleh protein yang biasanya tidak berbahaya yang menjadi cacat, berkerumun, dan terakumulasi di otak. Akumulasi gugus ini dikaitkan dengan kerusakan jaringan yang mengakibatkan lubang menyerupai spons di otak. Penyakit prion insan sulit untuk didiagnosis, tidak sanggup diobati, dan fatal.
Penyakit Creutzfeldt-Jakob sanggup terjadi secara sporadis atau diwariskan. CJD sporadis ialah penyakit prion insan yang paling umum. Hal ini disebabkan oleh transformasi impulsif prion normal ke yang abnormal. CJD sporadis mensugesti kira-kira satu per juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Sementara penyakit prion sebagian besar terkait dengan otak, ilmuwan telah menemukan protein prion infektif asing di organ lain, termasuk limpa, ginjal, paru-paru, dan hati. CJD diketahui sanggup ditularkan melalui alat medis atau jaringan yang terinfeksi selama mekanisme medis invasif, menyerupai yang melibatkan sistem saraf sentra dan kornea. Potensi penularan melalui mekanisme yang melibatkan kulit tetap tidak jelas.
Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Byron Caughey dari Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular NIH (NIAID) dan Drs. Wenquan Zou dan Qingzhong Kong di Case Western Reserve University School of Medicine menguji protein prion asing di kulit orang-orang yang meninggal akhir CJD. Mereka memakai tes yang disebut Real-Time Quaking-Induced Conversion (RT-QuIC) yang dikembangkan oleh kelompok Caughey di Laboratorium Rocky Mountain milik NIAID. Hasil diterbitkan pada 22 November 2017, dalam Science Translational Medicine .
Para ilmuwan menganalisis sampel jaringan kulit dari 38 pasien-21 yang telah meninggal akhir CJD sporadik, 2 dari bentuk CJD lain, dan 15 yang meninggal lantaran karena lain. Sampel berasal dari atas kepala, di bersahabat telinga, dan punggung bawah. Mereka juga menganalisis jaringan otak.
RT-QuIC benar mendeteksi protein prion asing pada sampel kulit dari setiap orang dengan CJD namun tidak ada sampel dari kelompok non-CJD. Namun, tidak ada satu lokasi kulit pada penderita CJD yang selalu positif. Dari tiga area kulit, tempat bersahabat indera pendengaran mempunyai acara tertinggi dan paling konsisten dalam tes RT-QuIC (94%). Secara keseluruhan, acara pada sampel kulit orang dengan CJD ialah 1.000 hingga 100.000 kali lebih rendah daripada pada sampel jaringan otak.
Para ilmuwan selanjutnya menginokulasi tikus "manusia" (direkayasa untuk menciptakan protein prion manusia) dengan ekstrak otak atau kulit dari dua orang dengan CJD sporadik. Semua tikus menyebarkan penyakit prion dan mempunyai degenerasi otak dan tanda-tanda lainnya. Namun, penyakit ini memakan waktu sekitar dua kali lebih usang (sekitar 400 hari) untuk berkembang pada tikus yang mendapatkan ekstrak kulit.
"Perspektif penting dikala menafsirkan hasil ini," Caughey mencatat. "Penelitian ini memakai tikus buatan insan dengan ekstrak jaringan yang diinokulasi eksklusif ke otak, sehingga sistem ini sangat prima untuk infeksi. Tidak ada bukti bahwa penularan sanggup terjadi dalam situasi dunia faktual melalui kontak kulit biasa. Namun, akibatnya menjadikan pertanyaan transmisi yang memerlukan penelitian lebih lanjut. "Misalnya, mekanisme medis tertentu yang melibatkan kulit mungkin menjadikan beberapa risiko penularan.
Temuan ini menawarkan bahwa RT-QuIC sanggup dipakai dengan sampel jaringan kulit sebagai tes diagnostik untuk penyakit prion. Para ilmuwan kini menilik kapan dan di mana protein prion patologis muncul di kulit, dan bagaimana cara melumpuhkan bentuk infeksinya. 

0 comments:

Post a Comment